Jakarta, CNBC Indonesia – Tinggal selangkah lagi Prabowo Subianto menjadi Presiden Indonesia. Setelah penetapan KPU, Prabowo tinggal menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa pemilu 2024, pada Senin (22/4/24).

Jika KPU membatalkan tuntutan pasangan calon lain, maka Prabowo Subianto sah menjadi orang nomor satu di Indonesia. Prabowo akan tercatat dalam sejarah sebagai presiden ke-8 setelah Soekarno, Soeharto, B.J Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Joko Widodo.

Meski begitu, sejarah Indonesia juga mencatat ada dua sosok yang pernah memangku atau menjabat sebagai Presiden Indonesia tapi sampai sekarang terlupakan.

Jika sosok ini dimasukkan ke dalam daftar, maka Prabowo bukan presiden ke-8 melainkan ke-10. Dua sosok itu adalah Syarifuddin Prawiranegara dan Mr. Assaat.




Syarifuddin Prawiranegara. (Dok. Kemenkeu)Foto: Syarifuddin Prawiranegara. (Dok. Kemenkeu)
Syarifuddin Prawiranegara. (Dok. Kemenkeu)

Syarifuddin Prawiranegara

Saat Belanda menduduki ibukota Yogyakarta dan menahan Presiden Soekarno, Syarifuddin dan teman-temannya menginisiasi pemerintahan darurat. Pemerintahan darurat didirikan sebagai upaya mempertahankan kedaulatan Indonesia supaya tetap eksis. Alhasil, berdirilah Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Bukittinggi, Sumatera Barat.

Sebagaimana dipaparkan Akmal Nasery Basral dalam buku Presiden Prawiranegara: Kisah 207 Hari Syafruddin Prawiranegara Memimpin Indonesia (2011), di PDRI, Syarifuddin menjabat sebagai ketua yang setara presiden, Perdana Menteri, dan Menteri Keuangan. Dia menjabat selama 207 hari dari 22 Desember 1948 sampai 13 Juli 1949.

Kepemimpinan Syarifuddin sebagai orang nomor satu tetap diakui dan sah. Tentara-tentara yang berperang melawan Belanda di Jawa pun mengakui PDRI sebagai pengganti yang sah dari pemerintahan Soekarno.

Salah satu kebijakan di bidang ekonomi yang dikeluarkan pria asal Banten itu adalah menginisiasi mata uang ORI. Mata uang yang jadi cikal bakal Rupiah itu dihadirkan untuk menggantikan mata uang Belanda dan Jepang yang masih beredar.

Jejak langkah Syarifudin sebagai pemimpin negara berakhir pada 13 Juli 1949. Di tanggal itu, dia mengembalikan mandat kepada Presiden Soekarno.




Mr. Assaat. (Dok. Istimewa)Foto: Mr. Assaat. (Dok. Istimewa)
Mr. Assaat. (Dok. Istimewa)

Mr. Assaat

Assaat tercatat dalam sejarah sebagai Penjabat atau Pelaksana Tugas Presiden Indonesia tahun 1949-1950. Tugas ini diemban Assaat karena terjadi kekosongan kursi kepresidenan Indonesia. Ini bisa terjadi karena adanya perubahan tata negara.

Saat itu, Indonesia baru saja berbentuk Republik Indonesia Serikat (RIS) imbas keputusan Konferensi Meja Bundar pada akhir Desember 1949. Pada kondisi ini, tak ada yang menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. Pasalnya, Soekarno telah jadi Presiden RIS dan Hatta menjadi Perdana Menteri.

Berdasarkan konstitusi yang berlaku saat itu, jika presiden dan wakil presiden berhalangan dalam memimpin, maka tanggung jawab dan tampuk kepemimpinan akan dipegang oleh Ketua BPKNIP yang kebetulan dipegang oleh Assaat. Praktis, dia pun menjadi Presiden RI supaya pucuk pimpinan tidak kosong.

Selama jadi Plt. Presiden RI, dia berupaya mewujudkan pemindahan kekuasaan ke tangan bangsa Indonesia dan mendorong terjadinya demokratisasi di bidang politik dan pemerintahan. Selain itu, dia juga tercatat menandatangani pendirian UGM.

Kiprah Assaat sebagai orang nomor satu berakhir pada 15 Agustus 1950. Perubahan tata negara membuatnya harus mengembalikan mandat ke Soekarno.

Meskipun Assaat dan Syarifudin Prawiranegara telah tercatat dalam sejarah sebagai orang nomor satu di Indonesia, keduanya tidak tercatat dalam daftar Presiden Indonesia. Atas dasar ini, banyak orang menyebutnya sebagai presiden yang terlupakan.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Chatib Basri: Presiden Baru RI Butuh Perhatikan Kelas Menengah


(mfa/mfa)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *