Jakarta, CNBC Indonesia – Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan, perekonomian di negara berkembang kawasan Asia dan Pasifik tumbuh rata-rata 4,9% tahun ini seiring pertumbuhan kawasan ini yang masih tetap positif. Menguatnya ermintaan domestik, membaiknya ekspor semikonduktor, dan pulihnya pariwisata menjadi pendorong utama.

Menurut Asian Development Outlook (ADO) April 2024, pertumbuhan akan berlanjut dengan tingkat yang sama tahun depan. Inflasi diperkirakan akan melandai pada 2024 dan 2025, setelah terdongkrak naik oleh peningkatan harga pangan di berbagai perekonomian selama dua tahun terakhir.

Pertumbuhan yang lebih kuat di Asia Selatan dan Tenggara didorong oleh permintaan domestik dan ekspor mengimbangi perlambatan di China akibat kemerosotan pasar properti dan lemahnya konsumsi.

Sementara India diperkirakan akan tetap menjadi mesin pertumbuhan penting di Asia dan Pasifik, dengan pertumbuhan 7,0% tahun ini dan 7,2% tahun depan. Sedangkan pertumbuhan China diperkirakan melambat menjadi 4,8% tahun ini dan 4,5% tahun depan, dari sebelumnya 5,2% tahun lalu.

“Kami berpandangan bahwa pertumbuhan pada mayoritas perekonomian di kawasan Asia yang sedang berkembang akan stabil pada tahun ini dan tahun berikutnya,” kata Ekonom Kepala ADB Albert Park dalam keterangan resminya, Kamis (11/4).

“Keyakinan konsumen masih membaik dan investasi secara keseluruhan masih kuat. Permintaan eksternal pun tampaknya sudah berbalik positif, terutama dalam hal semikonduktor,” lanjutnya.




Pembeli memilih kain di salah satu toko tekstil di Pasar Baru, Jakarta, Selasa (6/4/2021). Pemerintah didesak untuk segera memberlakukan penerapan safequard atau perlindungan karena makin markanya produksi tekstil impor di Indonesia. Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Rizal Tanzil Rakhman menyebutkan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sektor kain atau garmen saat ini tengah menghadapi gempuran impor kain yang mencapai 46 persen. Pantauan CNBC Indonesia kain didatangkan langsung dari Tiongkok, India dan Italia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)Foto: Ilustrasi Garmen (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Pembeli memilih kain di salah satu toko tekstil di Pasar Baru, Jakarta, Selasa (6/4/2021). Pemerintah didesak untuk segera memberlakukan penerapan safequard atau perlindungan karena makin markanya produksi tekstil impor di Indonesia. Sekjen Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Rizal Tanzil Rakhman menyebutkan bahwa industri tekstil dan produk tekstil (TPT) sektor kain atau garmen saat ini tengah menghadapi gempuran impor kain yang mencapai 46 persen. Pantauan CNBC Indonesia kain didatangkan langsung dari Tiongkok, India dan Italia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Namun, para pemangku kebijakan harus tetap waspada karena masih ada sejumlah risiko. Berbagai risiko itu termasuk gangguan rantai pasokan, ketidakpastian mengenai kebijakan moneter Amerika Serikat, efek cuaca ekstrem, dan berlanjutnya pelemahan pasar properti di RRT.

Selain itu, inflasi di kawasan Asia dan Pasifik yang sedang berkembang diperkirakan akan turun ke 3,2% tahun ini dan 3,0% tahun depan, seiring berkurangnya tekanan harga global dan kebijakan moneter yang masih cukup ketat di banyak perekonomian. Namun, di luar RRT, inflasi di kawasan ini masih lebih tinggi daripada sebelum terjadinya pandemi COVID-19.

Perlu diingat, harga beras turut berkontribusi pada tingginya inflasi harga pangan, terutama bagi perekonomian yang bergantung pada impor. “Harga beras kemungkinan akan tetap tinggi tahun ini, menurut ADO April 2024,” sebutnya.

Adapun penyebabnya mencakup kegagalan panen akibat cuaca buruk dan pembatasan India terhadap ekspor beras. Kenaikan biaya pengapalan global akibat serangan terhadap kapal-kapal di Laut Merah dan kekeringan di Terusan Panama, kemungkinan juga dapat menambah inflasi di Asia, menurut laporan tersebut.

Untuk mengatasi kenaikan harga beras dan melindungi ketahanan pangan, pemerintah dapat memberikan subsidi yang ditargetkan kepada populasi rentan dan meningkatkan transparansi serta pemantauan pasar guna mencegah manipulasi harga dan penimbunan.

Dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan perlu difokuskan pada penciptaan cadangan beras strategis guna menstabilkan harga, mempromosikan pertanian berkelanjutan dan diversifikasi tanaman pangan, serta berinvestasi pada teknologi dan infrastruktur agrikultur guna meningkatkan produktivitas.

“Kerja sama regional juga dapat membantu dalam mengelola harga beras dan dampaknya, jelas laporan tersebut,” pungkasnya.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Jokowi: Kita Ingin Ekonomi Tumbuh, Tetapi Tetap Hati-hati


(rob/wur)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *